Budidaya udang windu dan vaname sebenarnya tidak hanya bisa dilakukan di tambak air payau. Dengan menerapkan sistem tradisional dan semiintensif, budidaya udang windu dan vaname juga bisa dilakukan pada tambak air tawar. Ketut Sugama, Kepala Pusat Riset Perikanan Budidaya-BRKP dalam makalahnya mengatakan, udang bisa hidup dalam kisaran kadar garam yang sangat lebar, antara 0,5 ppt sampai 45 ppt.
Tak sekadar bisa, budidaya udang di air tawar ini juga mempunyai keunggulan, terutama untuk mengurangi risiko udang terjangkit penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang banyak menginfeksi perairan air payau. “Salahsatu latarbelakangnya memang untuk mengurangi risiko penyakit,” ujar Achmad Sudradjat, peneliti dari Pusat Riset Perikanan Budidaya.
Dengan latarbelakang tersebut, tak mengherankan jika pengembangan budidaya udang di air tawar ini pun telah banyak dilakukan secara serius di luar negeri, seperti Thailand, Amerika dan beberapa negara di kawasan Amerika Latin dengan tingkat keberhasilan yang cukup memuaskan.
Sudradjat mengatakan, sebenarnya budidaya udang di air tawar dengan sistem tradisional juga sudah dilakukan oleh para pembudidaya di Lamongan, Lampung dan Polman-Sulbar. Pembudidaya biasanya memanfaatkan lahan persawahan dengan menggunakan pola tanam bersama bandeng dan padi. Hasilnya cukup menggiurkan. Dari sawah seluas 1 ha yang ditanami 10 ribu benur udang windu bisa menghasilkan 1,75 kuintal udang size 35, dengan lama pemeliharaan 90 hari. Hasil tersebut masih ditambah dengan 4 kuintal bandeng dan 7 kuintal padi.
Sayangnya, semua itu belum digarap secara lebih serius oleh pemerintah. Padahal prospek pengembangan budidaya udang air tawar ini cukup besar, terutama jika melihat luasnya potensi tambak-tambak air tawar yang berjarak 2-3 km dari bibir pantai dan belum termanfaatkan secara optimal. “Kami (pihak BRKP-red) sudah sejak lama mengusulkan hal tersebut ke Ditjen Perikanan Budidaya, tetapi sampai sekarang masih belum direspon. Walaupun hanya menggunakan pola tradisional, jika ini dikembangkan secara serius bisa menambah produksi udang nasional,” imbuh Sudradjat.
Tak sekadar bisa, budidaya udang di air tawar ini juga mempunyai keunggulan, terutama untuk mengurangi risiko udang terjangkit penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang banyak menginfeksi perairan air payau. “Salahsatu latarbelakangnya memang untuk mengurangi risiko penyakit,” ujar Achmad Sudradjat, peneliti dari Pusat Riset Perikanan Budidaya.
Dengan latarbelakang tersebut, tak mengherankan jika pengembangan budidaya udang di air tawar ini pun telah banyak dilakukan secara serius di luar negeri, seperti Thailand, Amerika dan beberapa negara di kawasan Amerika Latin dengan tingkat keberhasilan yang cukup memuaskan.
Sudradjat mengatakan, sebenarnya budidaya udang di air tawar dengan sistem tradisional juga sudah dilakukan oleh para pembudidaya di Lamongan, Lampung dan Polman-Sulbar. Pembudidaya biasanya memanfaatkan lahan persawahan dengan menggunakan pola tanam bersama bandeng dan padi. Hasilnya cukup menggiurkan. Dari sawah seluas 1 ha yang ditanami 10 ribu benur udang windu bisa menghasilkan 1,75 kuintal udang size 35, dengan lama pemeliharaan 90 hari. Hasil tersebut masih ditambah dengan 4 kuintal bandeng dan 7 kuintal padi.
Sayangnya, semua itu belum digarap secara lebih serius oleh pemerintah. Padahal prospek pengembangan budidaya udang air tawar ini cukup besar, terutama jika melihat luasnya potensi tambak-tambak air tawar yang berjarak 2-3 km dari bibir pantai dan belum termanfaatkan secara optimal. “Kami (pihak BRKP-red) sudah sejak lama mengusulkan hal tersebut ke Ditjen Perikanan Budidaya, tetapi sampai sekarang masih belum direspon. Walaupun hanya menggunakan pola tradisional, jika ini dikembangkan secara serius bisa menambah produksi udang nasional,” imbuh Sudradjat.
Adaptasi Benur, Kunci Utama
Meski demikian, membudidayakan udang di air tawar juga tak lepas dari kendala. Terutama dalam mengadaptasikan benur yang sudah terbiasa hidup di air yang salinitasnya tinggi (30 ppt) untuk terbiasa hidup di air tawar (salinitas 1-2 ppt). “Makanya masa adaptasi tersebut sangat menentukan. Biasanya para pembenih mengadaptasikan benur ukuran PL 12 dengan cara mengurangi salinitas 1 ppt/hari. Ukuran benur yang akan ditanam juga lebih besar, yaitu PL 30-40,” jelas Sudradjat.
Meski demikian, membudidayakan udang di air tawar juga tak lepas dari kendala. Terutama dalam mengadaptasikan benur yang sudah terbiasa hidup di air yang salinitasnya tinggi (30 ppt) untuk terbiasa hidup di air tawar (salinitas 1-2 ppt). “Makanya masa adaptasi tersebut sangat menentukan. Biasanya para pembenih mengadaptasikan benur ukuran PL 12 dengan cara mengurangi salinitas 1 ppt/hari. Ukuran benur yang akan ditanam juga lebih besar, yaitu PL 30-40,” jelas Sudradjat.
0 komentar:
Posting Komentar